
Birokrasi penjajah dan elite bangsawan lokal bersekongkol dengan pengusaha partikelir tetap mengawetkan tanam paksa, yang menguntungkan mereka. Petani tetap diwajibkan menanam tanaman-tanaman wajib yang laku di pasaran ekspor, yang sudah tentu menguntungkan pengusaha dan elite bangsawan. Bahkan mereka tak segan-segan merebut tanah petani dengan berbagai cara.
Berlatar di wilayah perbatasan Priangan dan Cilacap, kisah ini menceritakan perjuangan petani mempertahankan mata pencahariannya. Langkah mereka membuka hutan (trukah) untuk dijadikan sawah baru harus dibayar dengan darah dan airmata. Ki Madkusen dan anak-anaknya tak cuma menghadapi para perampas tanah, tapi juga perjuangan untuk menghapus jejak sebagai orang Kalang.